OUTSOURCING DAN HAK-HAK PEKERJA YANG TERABAIKAN

Author: Rizki Nur Alifah Taufik
Editor: Nadya Noor Azalia

Tahun 2021 baru saja dimulai. Tentu masih jauh untuk mencapai tanggal 1 Mei, tanggal yang dinobatkan sebagai Hari Buruh Internasional. Namun tampaknya tidak perlu menunggu tibanya hari itu untuk membahas masalah besar yang dihadapi para pekerja atau di seluruh Indonesia: outsourcing, praktik alih daya yang setiap tahun selalu disuarakan oleh banyak pekerja pada demonstrasi May Day di kota-kota besar. Praktik itu terus berjalan walaupun sudah berkali-kali protes dilancarkan. 

Outsourcing atau alih daya adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pengusaha dengan pekerja, di mana perusahaan tersebut dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis (Nafila, Kristine, & Wijaya, 2017). Sampai saat ini, outsourcing telah mempekerjakan 16 juta manusia atau 40% dari total keseluruhan tenaga kerja di Indonesia dan memberikan manfaat bagi perekonomian Indonesia (Izzati, 2018).

Walaupun menguntungkan pengusaha, pada implementasinya, praktik outsourcing tidak jarang menyimpang dari perundang-undangan yang berlaku dan menyengsarakan para pekerja. Di satu sisi, pengusaha dapat memanfaatkan tenaga kerja untuk menunjang kegiatan usahanya. Tapi di sisi lain, pekerja justru kehilangan jaminan kepastian kerja, menerima upah yang tidak sesuai dengan beban kerja, dan rawan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak. Kondisi tersebut dapat ditemui baik dalam lingkup perusahaan swasta maupun BUMN mulai dari sektor pertambangan hingga perbankan.

Merujuk pada Herawati, Dewayanti, dan Sriyuliani (2011), pekerja outsourcing di sektor perbankan didominasi oleh mereka yang berusia di bawah 30 tahun. Para pekerja muda ini tidak menerima gaji dan fasilitas yang sepadan dengan karyawan tetap. Sepuluh tahun setelah itu, tanpa adanya perbaikan regulasi ataupun sistem pengawasan yang signifikan, tidak menutup kemungkinan jika jumlah pekerja muda outsourcing di berbagai sektor semakin bertambah. Persaingan yang ketat tentu menuntut perusahaan melakukan efisiensi sebesar-besarnya dan outsourcing membantu perusahaan mencapai hal ini. Pelanggaran mengenai praktik outsourcing dapat dialami oleh para pekerja dalam rentang umur berapapun, baik muda maupun tua. Oleh karena itu, para pekerja muda diharapkan lebih peka dan vokal dalam menyuarakan isu-isu pelanggaran hak di tempat kerja mereka.

Pekerja adalah pihak utama yang dirugikan dari praktik outsourcing. Pengusaha kerap melupakan kewajibannya untuk memenuhi hak pesangon, uang cuti, dan jaminan keselamatan kerja bagi para buruh. Padahal, semua pekerja berhak mendapatkan  upah yang layak, kondisi kerja yang aman, dan waktu istirahat yang cukup. Tanpa pemenuhan hak-hak tersebut, apa yang terjadi di lapangan adalah bentuk nyata dari perbudakan modern (modern slavery). Saat manusia dieksploitasi dengan kejam hanya semata-mata untuk keuntungan personal maupun komersial, maka saat itulah perbudakan terjadi. 

Perbudakan modern yang dibalut dalam praktik outsourcing tentu harus dituntaskan secepatnya. Banyak buruh meminta outsourcing untuk dihapuskan. Tapi pada kenyataannya, hal tersebut tidak mungkin dihapuskan karena sistem ini telah menjadi bagian dari perekonomian (Petriella, 2019). Lebih dari itu, penghapusan outsourcing hanya akan menambah masalah pengangguran di Indonesia (Izzati, 2018). Namun, harus diakui bahwa banyak sistem outsourcing yang berlaku di Indonesia bertentangan dengan pasal 27 ayat (2) UUD NRI 1945 yang menjelaskan setiap Warga Negara Indonesia (WNI) berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Pemerintah memiliki peran besar untuk menghentikan praktik outsourcing yang menyimpang dan memperbaiki kesejahteraan tenaga alih daya di Indonesia. Pengawasan terhadap pelaksanaan outsourcing di lapangan adalah hal yang perlu digalakkan. Hal ini mencegah adanya penyelewengan praktik outsourcing yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Aspek perlindungan, pemenuhan, dan penghormatan adalah tiga hal penting yang perlu ditekankan pemerintah ketika mengawasi sistem outsourcing agar kegiatan tersebut berjalan selaras dengan hak asasi manusia (Solechan, 2019). Sayangnya, sampai saat ini, Kementerian Ketenagakerjaan Indonesia masih memiliki keterbatasan tenaga pengawas untuk melakukan hal tersebut. Selain itu, tidak ada sanksi hukum yang tegas untuk para pelanggar sehingga berimbas pada kurang efektifnya penegakan regulasi outsourcing itu sendiri (Izzati, 2018). Ketika pemerintah mengesahkan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang juga menyinggung mengenai outsourcing, UU tersebut belum mengatur sanksi yang cukup tegas bagi pelaku pelanggar. Maka sebenarnya, penanganan pelanggaran terhadap sistem outsourcing menuntut kerja sama dari berbagai pihak.

Sudah saatnya pemerintah bergerak untuk melindungi warga negaranya dalam jerat perbudakan modern ini dan mengembalikan kehidupan masyarakat Indonesia kepada hal-hal yang selaras dengan hak asasi manusia.

REFERENSI

Anti-Slavery. (2017). What Is Modern Slavery? Retrieved January 28, 2021, from Anti-Slavery International website: https://www.antislavery.org/slavery-today/modern-slavery/

Farida, I., & Setiawan, R. (2020). Outsourcing Policy in Indonesia. Journal of Humanities & Social Science, 3(10), 26–31. Retrieved from https://www.arjhss.com/wp-content/uploads/2020/10/C3102631.pdf

Herawati, R., Dewayanti, R., & Sriyuliani, W. (2011). PENELITIAN PRAKTEK KERJA OUTSOURCING PADA SUB-SEKTOR PERBANKAN STUDI KASUS JAKARTA, SURABAYA DAN MEDAN. In Neliti Website (p. 26). Retrieved from https://media.neliti.com/media/publications/449-ID-penelitian-praktek-kerja-outsourcing-pada-sub-sektor-perbankan-studi-kasus-jakar.pdf

Izzati, N. R. (2018). IMPROVING OUTSOURCING SYSTEM IN INDONESIA: FIXING THE GAP OF LABOUR REGULATION. Mimbar Hukum – Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 29(3), 528. https://doi.org/10.22146/jmh.28372

Nafila, N., Kristine, E., & Wijaya, E. (2017). Perlindungan Hak-Hak Buruh Pada Praktik Sistem Outsourcing: Sebuah Kesenjangan Penerimaan. Jurnal Hukum Novelty, 8(2), 252. https://doi.org/10.26555/novelty.v8i2.a5552

Petriella, Y. (2019, January 21). Masih Relevankah Sistem Outsourcing di Tanah Air? | Ekonomi. Retrieved January 28, 2021, from Bisnis.com website: https://ekonomi.bisnis.com/read/20190121/12/880788/masih-relevankah-sistem-outsourcing-di-tanah-air

Solechan, S. (2019). Pengawasan Pelaksanaan Sistem Outsourcing yang Berbasis Pada Hak Asasi Manusia. Administrative Law and Governance Journal, 2(2), 337–348. https://doi.org/10.14710/alj.v2i2.337-348

 

+ posts