Hari Buruh 2022: Kita Semua Pekerja, Kita Semua Bersama

Sumber: Media Indonesia/Ramdani 

Dua tahun telah berlalu sejak pertama kali kasus COVID-19 ditemukan di Indonesia. Sejak saat itu, banyak kebijakan dan peraturan ketenagakerjaan baru diterapkan oleh pemerintah dan pengusaha demi menekan laju pandemi yang terus meningkat. Namun, tidak semua kebijakan yang berlaku tampaknya berpihak pada para pekerja, khususnya pekerja kerah biru, pekerja di sektor informal dan pekerja lepas dalam sistem gig economy.

Seperti kata pepatah, ‘lepas dari mulut harimau, masuk kedalam mulut buaya’. Jutaan pekerja di Indonesia terjebak di antara kebutuhan ekonomi yang meningkat, kondisi kerja yang jauh dari kata layak, dan ancaman COVID-19. Mereka rentan akan ketidakadilan, pelanggaran hak pekerja, dan kerap menjadi korban minimnya perlindungan pekerja yang ada. Ketika seluruh tuntutan mereka tidak menghasilkan perubahan yang nyata, Hari Buruh menjadi salah satu momentum emas bagi mereka untuk menyuarakan keadilan. Oleh karena itu, dalam rangka menyambut Hari Buruh 2022, mari kita merefleksikan kembali kondisi ketenagakerjaan di Indonesia dalam 1 tahun terakhir.

1. (Masih) Soal Pekerja Informal dalam Gig Economy

Sumber: Nikkei Asian Review

Dari tahun ke tahun, salah satu perjuangan yang digaungkan di hari buruh adalah terkait dengan pekerja informal. Pekerja informal yang meliputi pekerja tidak tetap, pekerja lepas, dan pekerja keluarga masih luput dari pemenuhan hak atas perlindungan terhadap risiko dan ketersediaan kelayakan kerja. Regulasi ketenagakerjaan di Indonesia, termasuk UU Cipta Kerja, masih menyamarkan definisi dari pekerja informal dan hak-hak yang seharusnya diterima.

Pekerja informal yang memiliki urgensi tinggi terhadap perlindungan adalah Pekerja Rumah Tangga (PRT). Hingga saat ini, regulasi yang secara khusus mengatur PRT masih belum juga disahkan. Padahal, PRT mengalami prekariasi kerja yang cukup signifikan, mengingat masih menjamurnya diskriminasi dan kekerasan baik secara fisik, psikis, maupun seksual, ketidaklayakan pemberian gaji, hingga pengasingan dari lingkungan sosial dan serikat buruh (Andriansyah, 2022).

Membicarakan soal pekerja informal, tidak dapat dilepaskan dari pembahasan dalam konteks ekonomi gig di Indonesia. Gig economy yang ditandai dengan kerja-kerja lepas, paruh waktu, dan kontraktual semakin menyelimuti kondisi ketenagakerjaan di Indonesia. Terutama, pandemi Covid-19 yang menjadikan kerja gig sebagai tumpuan ekonomi bagi para pekerja. Menurut data BPS pada Agustus 2021, pekerja paruh waktu mengalami peningkatan sebanyak 2,03 juta orang. Implementasi kerja jarak jauh juga berimplikasi terhadap peningkatan kerja paruh waktu di masa kenormalan baru (Mungkasa, 2021). Sayangnya, pekerja dalam skema paruh waktu, layaknya pekerja informal lainnya, masih mengalami kerentanan berlapis dan minim perlindungan. 

Selain itu, pengemudi berbasis platform, baik ojek online maupun jasa pengiriman, masih berada dalam perjuangan yang tak berujung. Status kemitraannya menempatkan pengemudi ojol pada pusaran kerentanan, terutama terkait dengan perubahan regulasi tarif dan pemotongan komisi yang diterima. Pendapatan para pengemudi berbasis platform semakin memprihatinkan, sebab pendapatan yang diterima mereka semakin kecil (Irfani, 2021). Bahkan, pengemudi ojol juga mengalami PHK massal secara sepihak tanpa pemenuhan hak mereka (Yanwardhana, 2022). Regulasi yang ditetapkan pemerintah untuk mengatur pelaksanaan kemitraan seringkali masih dilanggar oleh pihak aplikator dan belum menjawab tuntutan yang dilayangkan. 

2. Cerita Lama, Babak Baru: Perbudakan Modern

Sumber: Fedrik Tarigan/Jawa Pos

Perbudakan modern masih menjadi isu yang langgeng dalam ketenagakerjaan di Indonesia. Termasuk menilik setahun belakangan ini, berbagai peristiwa mengenai perbudakan modern kembali menunjukkan bahwa isu tersebut belum usai, namun luput dari perhatian dan disembunyikan. Terkuaknya kasus pengurungan oleh Bupati Langkat menandai terkuburnya praktik perbudakan modern dari mata masyarakat. Orang-orang yang dipaksa mendekam dalam kerangkeng tersebut dipekerjakan sebagai pekerja sawit. Kasus ini melibatkan pekerja yang diperlakukan secara tidak layak dan cenderung masuk dalam kategori Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Selain itu, permasalahan yang masih menemukan jalan buntu adalah terkait perbudakan modern yang melibatkan Anak Buah Kapal (ABK) serta pekerja migran. Laporan dari Greenpeace Asia Tenggara (2021) juga kesaksian dari Kementerian Ketenagakerjaan, keduanya mengungkap bahwa di tahun 2021, perbudakan terhadap ABK masih ditemukan. Berbagai kekerasan, pemaksaan kerja, perbudakan yang berujung pada kematian masih menjadi praktik umum yang terjadi pada ABK dan pekerja migran lainnya. Sayangnya, tidak meratanya pemantauan pemerintah terhadap pekerja migran sering kali membuat mereka luput dari perlindungan dan rawan eksploitasi (Yudhistira, 2022). Bahkan, skema pengiriman tenaga kerja migran secara ilegal masih terjadi menjadyang berangsur-angsur dan belum menemukan titik terang.

3. Nasib Malang Anak Magang

Sumber: S3 Corp

Salah satu isu ketenagakerjaan yang cukup mengundang perhatian adalah permasalahan seputar permagangan. Meski bukan hal yang baru, peningkatan program magang yang disediakan oleh berbagai perusahaan skala masif maupun rintisan  merupakan implikasi dari implementasi program Magang Merdeka yang diinisiasi oleh Kemendikbudristek. Dengan maksud untuk mendorong partisipasi mahasiswa untuk membekali diri dengan pengalaman kerja, implementasi program ini masih bermasalah. Momentum semacam ini juga dimanfaatkan oleh berbagai perusahaan untuk mencari tenaga kerja murah. Pasalnya, alih-alih mendapatkan pembelajaran dan pengalaman kerja, para peserta magang mengalami eksploitasi. Sebab, beban dan waktu kerja yang diberikan tidak berimbang dengan upah yang diterima. 

Beberapa perusahaan, bahkan, membuka praktik magang tak berbayar namun memberikan beban kerja setara dengan karyawan. Bagi peserta magang yang mengikuti program pemerintah, uang saku yang seharusnya menjadi hak bagi pemagang juga mengalami keterlambatan. Seperti yang dilansir dari akun twitter @SerikatMagang, berbagai cerita pengalaman magang dikeluhkan. Permasalahan yang diterima para peserta magang, mulai dari gangguan kesehatan mental dan kekerasan seksual. 

4. Kemenangan-kemenangan Kecil Gerakan Kelas Pekerja

Sumber: Agung Pambudhy/detikcom

Kolektivitas agaknya masih menjadi senjata bagi kelas pekerja untuk melawan struktur yang menekan para pekerja. Berbagai gerakan serikat pekerja untuk menuntut keadilan dan hak-hak mereka sebagai pekerja terus dilakukan sepanjang tahun. Menentang regulasi-regulasi yang, alih-alih melindungi, tak jarang malah semakin menempatkan para pekerja dalam kerentanan. Meski tuntutan tersebut jarang mendapatkan jawaban sesuai yang diinginkan, beberapa kemenangan kecil yang didapatkan kelas pekerja sepanjang tahun ini membuktikan bahwa gerilya berserikat dan gerakan kelas pekerja masih diperlukan untuk memperjuangkan hak pekerja. 

Menyuarakan pendapat adalah bagian dari hak yang dimiliki pekerja. Namun, hak tersebut sempat menjadi bumerang bagi para pengemudi ojek online yang sempat dihantui oleh regulasi yang berupaya membungkam para pekerja melalui sanksi. Meskipun demikian, kegigihan para kelas pekerja untuk melawan sistem yang menekan berbuah manis, sebab peraturan tersebut resmi dihapuskan setelah berbagai serikat kerja melayangkan petisi terhadap ketidakadilan tersebut.

Selain itu, beberapa regulasi yang memberi sedikit harapan bagi para pekerja juga telah disahkan. Perjalanan panjang UU PKS telah mencapai destinasinya, sebab telah resmi disahkan bersamaan dengan Hari Kartini 2022. Mengingat salah satu permasalahan yang dialami kelas pekerja adalah kekerasan seksual yang mengancam ruang aman bagi mereka, UU PKS menyuntikkan harapan bagi perlindungan dan perbaikan ruang aman. Dengan disahkannya regulasi ini, maka hak-hak dasar pekerja atas ruang aman semakin terjamin dan terpenuhi. 

Mari berserikat, panjang umur perjuangan. 

https://www.cnbcindonesia.com/news/20220317085617-4-323453/fakta-fakta-terbaru-phk-massal-sicepat

https://projectmultatuli.org/eksploitasi-dan-kematian-kisah-budak-budak-di-laut-lepa

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *