Hari Buruh 2021: Zaman Berganti, Perjuangan Buruh Tak Akan Mati
Satu abad lebih sudah berlalu sejak perayaan May Day pertama di tahun 1889. Namun, selama eksploitasi pekerja masih menghantui, perjuangan buruh seabad lalu akan tetap relevan. Hari Buruh, yang dirayakan seluruh dunia pada tanggal 1 Mei, menjadi momentum untuk terus melawan struktur-struktur eksploitasi dan ketidakadilan, serta menjadi pengingat bagi kita semua untuk terus memperjuangkan hak-hak kelas pekerja.
Di Indonesia, Hari Buruh dirayakan setiap tahun oleh para buruh dan segenap kelas pekerja dengan menyuarakan tuntutan-tuntuan atas hak mereka sebagai pekerja. Pada tahun 2020, tuntutan Hari Buruh di Indonesia meliputi penolakan terhadap Omnibus Law, penghentian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), hari libur berupah, dan Tunjangan Hari Raya (THR) secara penuh. Satu tahun berlalu, diselingi sebuah pandemi global, tetapi tuntutan-tuntutan tersebut masih terus diabaikan (Novika, 2020). Oleh karena itu, dalam rangka menyambut Hari Buruh 2021, mari kita refleksikan kembali kondisi ketenagakerjaan di Indonesia dalam 1 tahun terakhir.
1. Pandemi COVID-19 dan Kelas Pekerja
Pandemi COVID-19 telah mempengaruhi hidup kita semua secara signifikan, khususnya kita yang termasuk ke dalam kelas pekerja di Indonesia. Apa yang dialami kelas pekerja tentu berbeda dengan orang-orang terkaya di dunia yang justru semakin kaya selama pandemi ini (Elbaum, 2021). Nyatanya, pandemi bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga masalah sosio-ekonomi, termasuk kesenjangan. Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa per November 2020, sudah ada hampir 10 juta orang yang terkena PHK (Ma’arif, 2020). Artinya, sekitar 10 juta orang kelas pekerja di Indonesia kehilangan mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Di sisi lain, istilah “mati karena virus atau mati karena kelaparan” adalah kenyataan bagi mereka yang masih bekerja, khususnya para pekerja esensial yang tidak bisa bekerja di rumah saja. Banyak pekerja rentan lainnya, seperti pekerja informal di industri padat karya, terpaksa bekerja setiap hari tanpa alat pelindung diri yang layak. Semua ini adalah potret betapa berbedanya dampak pandemi COVID-19 terhadap beragam jenis kelas pekerja di Indonesia.
Selain itu, kebijakan pemerintah untuk menanggulangi COVID-19 seringkali diberlakukan tanpa memperhatikan posisi kelas pekerja Indonesia yang makin rentan di tengah pandemi. Sebagai contoh, biaya swab test yang menjadi kewajiban bagi pekerja yang hendak masuk kerja setelah mengalami sakit seringkali harus ditanggung para pekerja Indonesia, sementara pemberi kerja abai untuk menanggung biaya tes tersebut yang dianggap memberatkan (Widiyanto, 2021). Selain memperlambat upaya pelacakan infeksi COVID-19, tidak jarang banyak pekerja Indonesia yang memilih untuk tidak menjalani kedua jenis tes ini, terlepas dari tingginya risiko mereka untuk terpapar COVID-19, khususnya bagi mereka yang masih terpaksa bekerja di tengah kerumunan demi mendapatkan upah secara penuh.
Di sisi lain, pemerintah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19 yang justru membuka kemungkinan bagi perusahaan untuk membuat kesepakatan melalui dialog dengan pekerja mengenai besaran dan cara pembayaran upah selama pembatasan kegiatan usaha dalam rangka pencegahan dan penanggulangan COVID-19. Hal ini berpotensi menyebabkan pemotongan upah buruh secara semena-mena apabila dilaksanakan tanpa kriteria dan pengawasan yang ketat.
2. Terabaikannya tuntutan Hari Buruh 2020 tentang Omnibus Law
Demonstrasi besar-besaran untuk menolak Omnibus Law terjadi di Hari Buruh 2020, di tengah pandemi COVID-19. Sayangnya, pemerintah masih mengabaikan demonstrasi besar-besaran ini yang dihadiri berbagai elemen masyarakat mulai dari buruh, mahasiswa, kelompok feminis, masyarakat adat, hingga kelompok pegiat isu lingkungan.
Di bulan November 2020, Omnibus Law akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Hingga saat ini, terdapat 45 Peraturan Pemerintah dan 4 Peraturan Presiden yang merupakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja, dimana beberapa di antaranya berkaitan langsung dengan isu ketenagakerjaan, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP 35/2021), Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Sejak disahkan, kelompok buruh tetap menyuarakan ketidakadilan yang tertuang di dalam UU Cipta Kerja tersebut. Lebih lanjut, PP 35/2021 sebagai aturan turunan dari UU Cipta Kerja menetapkan ketentuan bahwa uang pesangon diberikan berdasarkan masa kerja dan berlaku bagi pekerja/buruh yang terkena PHK karena beberapa alasan tertentu (Jayani, 2021). PP 35/2021 bahkan membuka kemungkinan bagi Pelaku Usaha atau Pengusaha untuk membayar hanya setengah dari pesangon bagi pekerja yang terkena PHK (Alika, 2021).
Sebagai perbandingan, Pasal 164 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) mengatur bahwa jumlah pesangon untuk PHK dengan alasan perusahaan tutup karena rugi selama dua tahun adalah sebesar satu kali hak, sedangkan Pasal 44 ayat (1) PP 35/2021 menetapkan bahwa pesangon untuk alasan tersebut adalah sebesar setengah kali hak. Meskipun hal tersebut dianggap dapat mengurangi beban perusahaan dalam membayar pesangon, namun kondisi ini justru berpotensi merugikan para pekerja dan buruh di perusahaan yang terancam melakukan PHK sebagai langkah efisiensi akibat dari imbas COVID-19 (Ridhoi, 2021).
3. Meme sebagai media speak up para pekerja urban
Di balik kelamnya UU Cipta Kerja yang tetap disahkan walau diprotes kelompok buruh, sebuah tren positif mulai muncul di kalangan kelas pekerja urban. Tahun 2020 menjadi tahun menjamurnya akun-akun meme di media sosial yang digunakan sebagai sarana untuk ‘sambat’, seperti ecommurz, ridehaluing dan taktekbum. Akun-akun ini seringkali disebut sebagai ‘serikat pekerja 4.0’. Terlepas dari segala kekurangan dan kritik atas akun-akun ini – yang kebanyakan dilayangkan oleh perusahaan startup yang disorot ketidakadilannya – akun-akun tersebut telah membantu meningkatkan kesadaran pekerja urban terhadap eksploitasi yang mereka alami, dan hak-hak kerja layak yang berhak mereka dapatkan. Akun-akun seperti ini memiliki posisi tawar yang kuat dengan puluhan ribu pengikut yang cukup banyak.
Sebagai contoh, liputan media nasional atas fenomena upah rendah bagi guru magang di startup Ruangguru berawal dari akun ‘sambat’ seperti ecommurz yang menampung aspirasi para pemagang yang kompensasi finansialnya sangat rendah, meskipun pekerjaan yang mereka lakukan begitu banyak layaknya pegawai tetap. Ruangguru pun akhirnya mengevaluasi kembali dan berkomitmen untuk melakukan perbaikan dalam program pemagangan mereka dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk peserta magang mereka (Ikhsan, 2021).
‘Serikat pekerja’ dengan format baru ini sangatlah berhubungan dengan gig economy yang kini marak ditemukan di negara maju maupun negara berkembang. Gig economy dinilai sebagai bentuk ekonomi yang membuat pekerja mengalami prekariasi atau kerentanan, karena pekerjaan-pekerjaan yang dominan gig economy bersifat ‘fleksibel’ tanpa kontrak kerja yang tetap, terlepas dari beban kerja yang tergolong sama seperti pekerjaan pegawai tetap pada umumnya. Tanpa kontrak kerja dan jaminan sosial yang tetap, maka kesejahteraan dan kemapanan ekonomi dari para ‘mitra’ gig economy pun kian rentan tereksploitasi oleh perusahaan penyedia layanan jasa (Hadi, 2020).
Salah satu yang mengawali tren gig economy di Indonesia di tahun 2015-an adalah tren pengemudi ojek daring/ojek online (ojol) dari Gojek dan Grab. Sebagai ‘mitra’, para ojol diminta menyediakan sendiri kendaraan dan bensin untuknya bekerja. Sementara pihak aplikator memungut komisi dari tiap upah transaksi yang didapat, tanpa bertanggungjawab atas risiko dan jaminan sosial para ‘mitra’. Lebih lanjut, beban kerja para ‘mitra’ ojol pun ditentukan secara sepihak oleh pihak aplikator, dan seringkali tidak memperhatikan kesanggupan para ojol untuk bekerja secara manusiawi demi upah yang layak tiap harinya.
Contoh kasus lainnya yang terjadi belakangan adalah kasus viralnya utas Twitter oleh @arifnnovianto_id mengenai upah kurir Shopee Express di daerah Jabodetabek yang lebih rendah dari upah minimum dan bersifat tidak tetap. Berdasarkan utas tersebut, upah kurir Shopee Express turun secara bertahap dari sebesar Rp5.000 per paket menjadi Rp1.500 per paket. Utas tersebut berhasil menggerakkan massa secara online melalui tagar #ShopeeTindasKurir, yang kemudian ditanggapi oleh pihak shopee yang menyatakan bahwa insentif kurir Shopee Express sudah sangat kompetitif di industri jasa logistik (CNN Indonesia, 2021).
Refleksi kondisi ketenagakerjaan di Indonesia
Hari ini, permasalahan yang dihadapi buruh dan kelas pekerja di Indonesia masih belum menemukan titik akhir. Kerentanan yang dihadapi kelas pekerja di Indonesia kian berlapis, sementara peran pemerintah dalam melindungi buruh dari eksploitasi dan ketidakadilan masih belum cukup menyelesaikan akar permasalahan. Di antara berbagai permasalahan yang dihadapi kelas pekerja di Indonesia sejak tahun 2020 hingga detik ini meliputi pandemi COVID-19, Omnibus Law, dan prekariasi pekerja.
Namun, di tengah segala kompleksitas masalah dan kerentanan yang pekerja alami, masih ada harapan bagi kelas pekerja untuk mendapatkan haknya dan meningkatkan taraf hidupnya. Opini publik terhadap pentingnya bagi kelas pekerja Indonesia untuk mengenal dan memperjuangkan hak-haknya semakin masif, ditambah akun-akun “sambat” media sosial yang menampung keluh kesah pekerja, sekaligus wadah solidaritas sesama pekerja dari berbagai kalangan. Perjuangan kaum buruh seabad yang lalu memang masih terus relevan hari ini, dan selama eksploitasi pekerja masih ada, perjuangan-perjuangan ini akan terus berlanjut demi terpenuhinya hak-hak kelas pekerja atas hidup dan pekerjaan yang layak.
References
Alika, R. (2021). Potensi Masalah Tenaga Kerja Pasca Terbitnya PP Turunan UU Cipta Kerja. Retrieved April, 29 2021, from Katadata website: https://katadata.co.id/ameidyonasution/berita/603683898580b/potensi-masalah-tenaga-kerja-pasca-terbitnya-pp-turunan-uu-cipta-kerja
CNN Indonesia. (2021). Shopee Dituduh Beri Upah Rendah ke Kurir Shopee Express. Retrieved April 29, 2021, from CNN Indonesia website: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210412111052-92-628706/shopee-dituduh-beri-upah-rendah-ke-kurir-shopee-express
Elbaum, R. (2021). World’s Richest Become Wealthier During Pandemic as Inequality Grows. Retrieved April, 29 2021 from NBC News website: https://www.nbcnews.com/news/world/world-s-richest-become-wealthier-during-covid-pandemic-inequality-grows-n1255506
Hadi, A. (2020). Mengenal ‘Gig Economy’: Dunia Kerja Baru yang Rentan Eksploitasi. Retrieved April 29, 2020, from Tirto website: https://tirto.id/mengenal-gig-economy-dunia-kerja-baru-yang-rentan-eksploitasi-eqxU
Ikhsan, M. in CNN Indonesia (2021). Netizen Ramai Bahas Polemik Magang dan Upah Ruangguru. Retrieved April 30, 2021 from CNN Indonesia website: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210316112654-192-617990/netizen-ramai-bahas-polemik-magang-dan-upah-ruangguru
Izzati, F. F. (2020). “Mati Kena Virus atau Mati Kelaparan”: Kerentanan Buruh dalam Pandemi COVID-19 dan Minimnya Perlindungan Negara. Retrieved April 29, 2021, from Lipi website: http://www.politik.lipi.go.id/kolom/kolom-2/politik-nasional/1372-mati-kena-virus-atau-mati-kelaparan-kerentanan-buruh-dalam-pandemi-covid-19-dan-minimnya-perlindungan-negara
Jayani, D.H. (2021) Untung Rugi Aturan Baru Pesangon bagi Buruh dan Perekonomian. Retrieved from Katadata website: https://katadata.co.id/muhammadridhoi/analisisdata/603d1ca6e2581/untung-rugi-aturan-baru-pesangon-bagi-buruh-dan-perekonomian
Ma’arif, N. (2020). 9,77 Juta Orang Kena PHK, MPR Soroti SDM dan Literasi Teknologi. Retrieved April, 29 2021 from Detiknews website: https://news.detik.com/berita/d-5278957/977-juta-orang-kena-phk-mpr-soroti-sdm-dan-literasi-teknologi
Novika, S. (2020). May Day Tanpa Demo, Ini Tuntutan Buruh. Retrieved April 29, 2021, from Detikfinance website: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4999019/may-day-tanpa-demo-ini-tuntutan-buruh
Standing, G. (2014). The Precariat. Contexts, 13(4), 10–12. https://doi.org/10.1177/1536504214558209
Widiyanto, D. (2021). Buruh di Sukoharjo Resah Harus Taggung Biaya Tes Swab Sendiri. Retrieved April 30, 2021 from Krjogja website: https://www.krjogja.com/berita-lokal/jateng/klaten/buruh-di-sukoharjo-resah-harus-tanggung-biaya-tes-swab-sendiri/2/
Mariola Sophie Yansverio
-
Mariola Sophie Yansverio#molongui-disabled-link
Nadya Noor Azalia
-
Nadya Noor Azalia#molongui-disabled-link
-
Nadya Noor Azalia#molongui-disabled-link