Fenomena pengantin pesanan yang mengancam perempuan

Inas Mufidatul Insyiroh

Menjelang penghabisan bulan Juni kemarin, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan kabar memprihatinkan yang beredar di media massa mengenai pengantin pesanan. Pengantin pesanan ini adalah salah satu bentuk kasus perdagangan manusia, dalam hal ini khususnya menimpa kaum perempuan. Kasus ini bisa dikatakan sebagai kasus perdagangan manusia karena saat pihak laki-laki–yang semuanya adalah warga negara China–memesan, mereka membayar biaya sebesar 400 juta. Uang sebesar itu kemudian dibagi, 20 juta untuk diberikan kepada keluarga perempuan sedangkan sisanya dibagi-bagi kepada para makelar yang mencarikan perempuan untuk dinikahi tersebut atau istilahnya adalah mak comblang. Selain itu, menurut Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), kasus ini termasuk tindak pidana perdagangan orang (TPPO) karena ia memenuhi 3 tahapan TPPO, yakni dilihat dari proses, cara, dan tujuan eksploitasi, hal ini mengacu pada Undang-Undang No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO.

Dari data yang dimiliki SBMI, terdapat 29 perempuan Indonesia yang menjadi korban dari kasus ‘pengantin pesanan’ ini. Dari 29 orang ini, 13 orang berasal dari Jawa Barat dan 16 sisanya berasal dari Kalimantan Barat. Mereka dikirimkan ke China untuk menikah dengan laki-laki asli sana. Prosesnya sendiri dilakukan oleh seseorang yang dikatakan sebagai ‘mak comblang’. Mak comblang inilah yang memperkenalkan sekaligus menghubungkan antara penyintas dengan laki-laki yang sudah melakukan pemesanan. Para penyintas ini terperangkap dalam jerat jebakan mak comblang dan laki-laki pemesan karena diiming-imingi dengan uang dan kehidupan yang terjamin di luar negeri. Apalagi modus perdagangan manusia di balik kata “pernikahan” ini terlihat sangat meyakinkan manakala keluarga si perempuan diberikan sejumlah uang seperti yang disebutkan di atas. Padahal, di negara suami mereka, yang mereka dapatkan adalah kekerasan dan pelecehan, seperti penganiayaan dan pemaksaan untuk berhubungan seksual. Tak jarang mereka juga dipaksa untuk bekerja namun tidak mendapatkan upah. Upah yang mereka dapatkan biasanya diambil oleh suami atau mertua mereka.

Kasus ini sendiri terungkap setelah salah seorang penyintas bernama Monica melaporkan kasusnya kepada SBMI sesampainya di Jakarta setelah berhasil kabur dari suaminya yang berada di China. Ia sendiri bisa kabur setelah mendapatkan bantuan dari mahasiswa Indonesia yang berkuliah di sana. Masih menurut SBMI, para perempuan yang menjadi korban dari pengantin pesanan ini rata-rata memiliki latar belakang ekonomi yang sama, yakni hidup di bawah garis kemiskinan, sehingga hal tersebut mendorong mereka untuk mengiyakan tawaran menjadi pengantin pesanan dan dikirimkan ke negeri orang tanpa kejelasan jaminan perlindungan. Dalam kasus ini, kata “pengantin” dan pernikahan yang terlaksana hanya digunakan sebagai kedok oleh para mak comblang dan pemesan untuk menutupi modus sesungguhnya, yakni perdagangan dan eksploitasi manusia, karena kekerasan yang diterima oleh para penyintas ini dianggap sebagai kekerasan dalam rumah tangga biasa di China. Bukan hanya itu, dokumen mereka pun dipalsukan dan mereka tidak diizinkan untuk berkomunikasi dengan keluarga mereka di Indonesia.

Jika menyimak kesaksian penyintas kepada SBMI, apa yang baru saja ia alami juga bisa termasuk ke dalam praktik perbudakan modern. Hal ini karena latar belakang para penyintas adalah masyarakat dengan perekonomian menengah ke bawah. Menurut sebuah organisasi non-pemerintah internasional yang berfokus pada kasus perbudakan modern, yakni Anti Slavery, kasus-kasus seperti ini sendiri memang seringkali menimpa kelompok masyarakat yang rentan dan mudah dimanfaatkan, salah satunya adalah orang-orang yang hidup dibawah garis kemiskinan tersebut ataupun yang tidak memiliki pekerjaan, sehingga mereka bersedia melakukan berbagai macam cara atau pekerjaan untuk sekedar menyambung hidup.

Lebih lanjut mengenai aspek perbudakan modern dalam kasus ini, Walk Free Foundation mengatakan bahwa perbudakan modern ialah suatu situasi dimana terjadi hubungan saling menguasai dan dikuasai antara satu individu dengan individu lainnya yang mengakibatkan kebebasan individu yang dikuasai tersebut terenggut, sehingga terdapat adanya kontrol atas satu orang terhadap orang lain. Kontrol tersebut dapat berupa kontrol atas tubuh mereka, ataupun kontrol atas kebebasan mereka. Biasanya, dengan kontrol tersebut, seseorang dapat dipaksa untuk bekerja, bahkan tanpa upah. Hal ini biasanya dilakukan dengan menggunakan kekerasan serta ancaman, baik fisik maupun mental. 

Relasinya dengan kasus ini, terjadi situasi dimana satu / sekelompok pelaku mengeksploitasi korban. Hal ini ditemukan dalam kasus pengantin pesanan ini. Para penyintas mendapatkan kekerasan dan ancaman selama tinggal di China dan menjadi istri. Mereka juga mendapatkan perlakuan eksploitatif baik dari suami maupun dari keluarga suami mereka, mereka dipaksa bekerja dan tidak mendapatkan upah. Dalam hal ini, suami mereka memiliki kontrol atas kebebasan dan hidup mereka selama di sana. Sehingga bisa disimpulkan bahwa selain perdagangan manusia, fenomena pengantin pesanan ini juga terindikasi sebagai praktik perbudakan modern. 

Pemerintah dan pihak berwajib di Indonesia sendiri masih berusaha mengusut kasus ini agar tidak terjadi lagi di kemudian hari. Namun, dibutuhkan suatu langkah konkrit dan tegas dalam mengatasinya seperti mengadakan usaha kerjasama lebih erat dengan pemerintahan China dalam kaitan perlindungan korban serta usaha pemulangan korban. Mengadakan kontrol lebih ketat baik terhadap WNA yang datang ke Indonesia maupun WNI Indonesia yang akan berkunjung keluar negeri. Terakhir, mengatur kembali regulasi perundang-undangan dan hukum yang berlaku sehingga hukuman dapat diberikan secara lebih berat dan kartel ‘pengantin pesanan’ tersebut dapat dimusnahkan seutuhnya. 

Para pemuda dan masyarakat Indonesia mempunyai peran yang sangat penting di dalam kasus ini. Akar dari munculnya pengantin pesanan adalah masalah kemiskinan Bangsa Indonesia yang telah secara struktural menjangkiti setiap lapisan masyarakat. Selain menuntut dan mengawal langkah pemerintah dalam mengurangi masifnya isu sektoral tersebut, dibutuhkan tindakan nyata dari pemuda-pemudi melalui pemanfaatan teknologi dan industri kreatif. Seperti membuat aplikasi pelaporan instan ataupun pembukaan lapangan pekerjaan di wilayah-wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) di Indonesia. Bagaimanapun, bukankah visi Indonesia Generasi Emas 2045 adalah mimpi kita bersama? Mari kawal dan lindungi para generasi muda Indonesia, because no one is less human than anyone. 

Referensi :

Gambar:

Mckeon, Lauren. “Human Trafficking Is Happening in the GTA—and It Has to Stop.” Local Love. September 25, 2018. https://locallove.ca/issues/human-trafficking-is-happening-in-the-gta-and-it-has-to-stop/#.XSCIxegzbIU.

Website & Artikel:

Anti-Slavery International. (t.thn.). What is Modern Slavery? Diambil kembali dari Anti-Slavery International: https://www.antislavery.org/slavery-today/modern-slavery/

Walk Free Foundation. (t.thn.). What is Modern Slavery. Dipetik November 15, 2018, dari https://www.walkfreefoundation.org/understand/

Saputra, M. G. (2019, Juni 23). 29 Perempuan Indonesia Jadi Korban Pengantin Pesanan di China. Retrieved from Liputan 6: https://www.liputan6.com/news/read/3996376/29-perempuan-indonesia-jadi-korban-pengantin-pesanan-di-china

Saputra, M. G. (2019, Juni 23). Kisah Kelam Monika Korban Pengantin Pesanan di China. Retrieved from Liputan 6: https://www.liputan6.com/news/read/3996449/kisah-kelam-monika-korban-pengantin-pesanan-di-china?related=dable&utm_expid=.9Z4i5ypGQeGiS7w9arwTvQ.1&utm_referrer=

Tuasikal, R. (2019, Juni 24). 29 WNI Diduga Korban “Pengantin Pesanan” di China. Retrieved from VOA Indonesia: https://www.voaindonesia.com/a/wni-diduga-korban-pengantin-pesanan-di-china/4971075.html

+ posts

1 thought on “Fenomena pengantin pesanan yang mengancam perempuan”

  1. I really combined with our friends ended up looking through the best info on your web site in addition to speedily produced a horrendous distrust I never
    thanked to the site user for many ways. The
    women used to be and so delighted to look over these folks and have absolutely essentially undoubtedly happened to be experiencing those tips.
    Appreciate you getting merely accommodating as well as
    picking a choice with confident useful complications countless citizens are actually
    eager to know about. My very own sincere feel sorry
    because of to thank a person early.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *